Tuk….tuk…tuk…., suara hentakan kaki Sany saat berangkat ke sekolah, di sekolah ia mengikuti pelajaran seperti biaSanya. Bel pulang pun berbunyi semua murid pulang ke rumah masing-masing, tetapi wajah Sany tampak murung karena besok ada pelajaran olahraga dan sepatunya sudah rusak. Sesampainya di rumah Dicky kakaknya bertanya.
“Mengapa kamu terlihat murung San…?” namun Sany hanya terdiam.
“Kalau ada masalah bilang sama kakak”
“Besok ada pelajaran olahraga tetapi sepatuku sudah rusak” Sany menjawab dengan lesu.
“Kamu tidak usah sedih nanti kakak perbaiki” ucap Dicky berusaha menghibur adiknya. Dengan raut muka gembira Sany langsung melepas sepatu dan memberikannya kepada Dicky untuk diperbaiki.
Dicky pun membawa sepatu adiknya ke tukang sol untuk diperbaiki, setelah selesai diperbaiki Dicky langsung pulang ke rumah, tetapi ia haus dan ia pun berhenti sebentar untuk membeli minuman di warung, dengan ceroboh ia meletakkan sepatu Sany di depan warung itu. Setelah selesai membeli minuman betapa kagetnya Dicky saat sepatu adiknya tidak ada.
“Wah, dimana sepatunya?” Tanya Dicky pada penjual.
“Apakah sepatunya dibungkus plastik hitam?, tadi ada pemulung lewat mungkin diambil pemulung itu terang penjual itu pada Dicky.
“ya pak, kalau begitu terima kasih”. Ucap Dicky
Dicky pun langsung berlari kearah pemulung tadi lewat, tetapi pemulungnya sudah tidak ada. Dengan rasa bersalah Dicky pun pulang.
“mana sepatuku kak?, apakah sudah jadi aku ingin memakainya” rengekan Sany
“maaf san sepatumu hilang diwarung” ucap Dicky. Seketika raut muka Sany berubah menjadi sedih.
“apa…bagaimana itu bisa terjadi? Lalu aku kesekolah bagaimana ?”ucap Sany
“besok kamu ke sekolah pakai sepatu kakak , jangan bilang pada ayah kalau sepatumu hilang, nanti malah membuat pusing ayah saja” jelas Dicky. Mereka berdua memang dari keluarga sederhana , Sany kelas 3 SD dan Dicky kelas 5 SD.
Keesokan harinya Sany berangkat sekolah memakai sepatu Dicky. Saat bel pulang sekolah, Sany harus bergegas pulang kerumah dan bergantian sepatunya dengsn Dicky, itu semua mereka lakukan setiap hari.
Sampai suatu hari ada pemberitahuan diadakanya lomba lari. Juara 1 mendapat piala, juara 2 mendapat uang , dan juara 3 mendapat sepatu . Dicky pun ingin mengikuti lomba lari itu. Saat seleksi lomba lari dimulai Dicky terlambat untuk mengikutinya, Dicky pun merasa harapan terakhirnya untuk mendapat sepatu hilang. Tetapi ia tidak putus asa, ia menemui pelatih agar dirinya dapat mengikuti seleksi tersebut.
“pak, bolehkah saya mengikuti seleksi ini, saya mohon pak saya berjanji akan menjadi juara 1 dalam lomba ini ” rintih Dicky.
Melihat wajah Dicky yang melas, Pak Ferry merasa kasihan dan mengizinkan Dicky mengikuti seleksi ini. Setelah seleksi , Dicky mencatat lari tercepat dan terpilih untuk mengikuti lomba lari tersebut.
Setelah berhasil ikut lomba lari Dicky langsung pulang ke rumah
“dek, sebentar lagi kamu tidak usah bergantian sepatu lagi dengan kakak, karena kakak akan ikut lomba lari dan juara 3 akan mendapat sepatu”ucap Dicky
Hari itupun tiba, peserta mulai berdatangan kelokasi perlombaan begitu juga rombongan sekolah Dicky. Lomba pun dimulai namun Dicky berlari diposisi paling belakang.
“aku harus mendapatkan sepatu itu” ujar Dicky dalam hati. Dengan motivasi yang besar Dicky pun mulai menyalip peserta yang lain hingga dia berada diposisi 3, Dicky pun berusaha mempertahankan posisinya. Tetapi tiba-tiba dari belakang muncul peserta lain yang melewatinya, terjadilah persaingan yang sengit. Bahkan Dicky didorong sampai tersungkur dijalan, padahal garis finish sudah tinggal beberapa ratus meter lagi. Dicky pun bangkit dan berlari secepat mungkin sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa dirinya berada paling depan, ia pun menjadi juara 1 dan Pak Ferry pun genbira melihat Dicky menjadi juara 1. Tetapi tidak merasa senang, karena tidak menjadi juara 3.
“pak, bolehkah saya menukar piala ini dengan sepatu milik juara 3” rintih Dicky
“mengapa...Kamu kan juara 1 mengapa minta di tukar dengan juara 3?” Tanya Pak Ferry
“saya mengikuti lomba ini hanya untuk mendapatkan sepatu untuk adik saya pak” terang Dicky
“baiklah kalau begitu, bapak tetap bangga pada kamu Dicky” puji Pak Ferry
Akhirnya piala itu ditukar dengan sepatu dan Dicky pun sangat senang dapat memberikan sepatu itu pada adiknya.